Friday, December 6, 2013

Pembiayaan atas Dasar Akad Mudharabah

Dalam Kodifikasi Produk Perbankan Syari'ah, yang disusun pada tahun 2008, kemudian diterbitkan sebagai salah satu artikel dalam Official Website BI (bank indonesia) dijelaskan bahwa Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
  1. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
  2. transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
  3. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna';
  4. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
  5. transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Dalam pelaksanaan pembiayaan ini, akad yang digunakan yaitu akad Mudharabah. Akad Mudharabah maksudnya adalah transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syari'ah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Dalam hal ini, akad Mudharabah terbagi dalam 2 jenis yaitu Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.
Mudharabah Mutlaqah maksudnya adalah Mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana. Sedangkan yang dimaksud dengan Mudharabah Muqayyadah ialah Mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana. Mekanisme dalam pelaksanaan pembiayaan berbasis akad Mudaharah meliputi:
  • Bank bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan dana dengan fungsi sebagai modal kerja, dan nasabah bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dalam kegiatan usahanya;
  • Bank memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah walaupun tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah, antara lain Bank dapat melakukan review dan meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan;
  • Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam nisbah yang disepakati;
  • Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak;
  • Jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah;
  • Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan;
  • Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya;
  • Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya;
  • Pengembalian Pembiayaan atas dasar Mudharabah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode Akad, sesuai dengan jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah;
  • Pembagian hasil usaha dilakukan atas dasar laporan hasil usaha pengelola dana (mudharib) dengan disertai bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; dan
  • Kerugian usaha nasabah pengelola dana (mudharib) yang dapat ditanggung oleh Bank selaku pemilik dana (shahibul maal) adalah maksimal sebesar jumlah pembiayaan yang diberikan (ra'sul maal)
Tentu pembiayaan ini memiliki nilai manfaat, baik untuk bank maupun untuk nasabah. Bagi bank, pembiayaan ini berfungsi sebagai salah satu bentuk penyaluran dana. Selain itu, bank akan memperoleh pendapatan dalam bentuk bagi hasil sesuai pendapatan usaha yang dikelola nasabah. Bagi nasabah, manfaat yang diperoleh dari pembiayaan seperti ini adalah bisa memenuhi kebutuhan modal usaha melalui sistem kemitraan dengan bank.
Adapun analisis resiko dari pembiayaan berbasis akad mudharabah diantaranya adalah:
  • Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default.
  • Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika pembiayaan atas dasar akad mudharabah diberikan dalam valuta asing.
  • Risiko Operasional yang disebabkan oleh internal fraud antara lain pencatatan yang tidak benar atas nilai posisi, penyogokan/penyuapan, ketidaksesuaian pencatatan pajak (secara sengaja), kesalahan, manipulasi dan mark up dalam akuntansi/pencatatan maupun pelaporan.
Pembiayaan berbasis akad mudharabah telah diatur secara jelas agar sesuai dengan prinsip-prinsip syari'ah. Adapun aturan main tersebut tertuang dalam fatwa DSN No: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh). Fatwa tentang Pembiayaan Mudharabah bisa didownload pada alamat di bawah.
 
 Cara Download : Copy Link di bawah, Kemudian Paste & Search di Browser
https://www.dropbox.com/s/3v381ysawj4il1z/07-mudharabah.pdf