Thursday, December 19, 2013

Gadai : Sebuah Kajian Teoritis

Secara umum, gadai bisa dipahami sebagai suatu kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang akan dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan lembaga gadai (Kasmir, 2010:262). Dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) Pasal 1150 dipaparkan bahwa gadai merupakan "Suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang atau oleh orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya-biaya mana harus didahulukan." dalam islam, istilah arab yang mewakili makna gadai ialah rahn.
Dilihat dari sisi etimologis, rahn berasal dari kata rahana-rahnan yang mengandung arti tetap (tsabata), kekal/langgeng (dama), dan/atau menahan (habasa). Secara istilah, rahn bisa dimaknai sebagai "harta yang dijadikan jaminan untuk hutang, agar harga dari harta tersebut digunakan untuk membayar hutang jika si penghutang tidak dapat membayarnya."
Adapun ketentuan gadai sesuai dengan fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang gadai (Rahn) ialah:
  1. Pihak yang menerima gadai mempunyai hak untuk menahan barang jaminan sampai semua utang orang yang menggadaikan dilunasi.
  2. Barang jaminan dan manfaatnya tetap menjadi milik orang yang menggadaikan. Pada prinsipnya, Barang Jaminan tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak yang menerima gadai kecuali seizin pemilik barang, dengan tidak mengurangi nilai barang gadaian serta pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.
  3. Pemeliharaan dan penyimpanan barang jaminan pada dasarnya menjadi kewajiban orang yang menggadaikan, namun dapat dilakukan juga oleh pihak yang menerima gadai, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban orang yang menggadaikan.
  4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang jaminan tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
  5. Penjualan barang jaminan :
  • Apabila jatuh tempo, pihak penerima gadai harus memperingatkan orang yang menggadaikan untuk segera melunasi utangnya.
  • Apabila orang yang menggadai tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka barang jaminan dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syari'ah.
  • Hasil penjualan barang jaminan digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
  • Kelebihan hasil penjualan menjadi milik orang yang menggadai begitu juga kekurangannya menjadi, kewajiban orang yang menggadai.
Ketika terjadi perselisihan, maka harus diselesaikan melalui badan arbitrase syari'ah. Fatwa yang berkaitan dengan rahn, bisa di download pada alamat di bawah.
 Cara Download : Copy Link di bawah, Kemudian Paste & Search di Browser
https://www.dropbox.com/s/t53urz1xlolsouv/25-rahn.pdf

No comments:

Post a Comment