Thursday, October 2, 2014

Prinsip-Prinsip dalam Lembaga Keuangan Bank Syari'ah

Dari pembahasan mengenai pengertian bank syari'ah, bisa dikatakan pada dasarnya bank syari'ah memiliki fungsi yang sama seperti halnya bank konvensional. Yang membedakannya adalah implementasi nilai-nilai syari'ah dalam operasionalnya. Dilihat dari sejarahnya, fungsi bank ternyata bersifat dinamis. Dari zaman ke zaman, sempat mengalami perubahan. Akan tetapi, dilihat dari sejarah bank syari'ah di indonesia, mungkin fungsi bank sudah sampai pada tahap yang kompleks, sehingga tidak terdapat banyak perubahan secara mendasar mengenai fungsi bank (lihat: fungsi bank syari'ah). Untuk konteks Indonesia, bisa dikatakan bahwa sejarah bank syari'ah di Indonesia lebih pada penguatan regulasi mengenai lembaga perbankan syari'ah (sumber: sejarah bank syari'ah di Indonesia).
Prinsip-Prinsip dalam Bank Syari'ah

Dalam UU No 21 Tahun 2008 tentang perbankan syari'ah dinyatakan bahwa
"bank syari'ah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah." (sumber: pengertian bank syari'ah)
Prinsip syari'ah dalam bank syari'ah merupakan pondasi utama operasional bank syari'ah. Pada dasarnya, prinsip yang melandasi dalam operasional perbankan syari'ah terdiri dari 3 poin yaitu tidak mengandung unsur maysir, gharar, dan riba. Pada dasarnya, inilah poin penting dalam sebuah tatanan sistem Ekonomi Islam.

Lembaga keuangan bank syari'ah tidak boleh mengandung unsur Maysir

Kata Maysir dalam bahasa Arab yang berarti mudah, kaya, lapang.  Jika dikaitkan dengan makna yang dimaksudkan sebenaranya, maka maysir adalah cara untuk mendapatkan uang dengan mudah; atau cara menjadi kaya dengan mudah  tanpa harus melakukan jerih payah yang lazim dilakukan secara ekonomis. Berikut ini adalah beberapa buah pikir dari beberapa pemikir Islam:
"Afdzalur rahman mendefiniskan bahwa judi adalah mendapatkan sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja"
"Imam Al-aini menyatakan bahwa maysir  adalah semua bentuk qimar  (taruhan), jika taruhan  itu tidak menggunakan uang maka hal itu merupakan perbuatan sia-sia yang tidak bermanfaat, jika menggunakan uang  atau sejenisnya  maka hal itu berarti judi : “Judi dalam terminologi agama diartikan sebagai “suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa yang mengguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian terte"
"peraturan Bank Indonesia  No  7/46/PBI/2005 dalam penjelasan  pasal 2 ayat 3 menjelaskan bahwa  maysir  adalah  transaksi  yang mengandung perjudian, untung-untungan  atau spekulatif yang tinggi"

Lembaga keuangan bank syari'ah tidak boleh mengandung unsur Gharar

Secara bahasa, Gharar berarti risiko, ketidakpastian. Ibn Taymiyah mengatakan bahwa Gharar adalah:
"things with unknown fate, sehingga selling such things is maysir or gambling"
Sedangkan menurut ibn Qayyim, gharar merupakan:
"Mungkin ada mungkin tidak. Jual belinya dilarang karena merupakan bentuk perjudian"
Mengenai ketidak pastian, bisa diklasifikasikan menjadi 3 jenis. Risk (resiko), Structural Uncertainty (ketidakpastian struktural/terpola), dan Unknownable (tidak dapat diketahui). Dan gharar yang diharamkan masuk dalam kategori yang ketiga. Bisa dikatakan, gharar itu pure spekulasi. Contoh gharar yang terjadi pada zaman Rasulullah diantaranya jual beli hashah (melempar batu kecil), dhaebatul ghawwash (tebakan selam), nitaj (jual beli susu dalam kantung susu), mulasamah (menyentuh=membeli), muzabanah (jual beli kurma yang masih di pohon), dll.

Lembaga keuangan bank syari'ah tidak boleh mengandung unsur Riba

Secara bahasa, riba artinya tambahan, tumbuh, dan membesar. Definisi operasional riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ibnu Al Arabi Al Maliki (dalam Ahkam Al Qur’an) menyatakan bahwa:
"riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat Qur’ani yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syari’ah."
Maksud transaksi penyeimbang disini adalah transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil. 
Secara konvensional, transaksi simpan-pinjam dana, si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam kecuali kesempatan dan faktor waktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Hal yang dinilai tidak adil di sini adalah si-peminjam diwajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak, dan pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut. Dana tidak berkembang dengan sendirinya. Sedangkan dalam mengusahakan harta, selalu ada untung dan rugi. 

No comments:

Post a Comment