Tuesday, September 30, 2014

Isi Alamat Blog Mahasiswa STAIDA

....Baca Selengkapnya

Saturday, September 27, 2014

Sistem Ekonomi Syari'ah

Sistem Ekonomi Syari'ah merupakan hal yang bisa dibilang belum memiliki rupa, dilihat dari sisi kemapanan sebuah teori. Ini pendapat pribadi sih. mengapa saya berpendapat seperti ini? Karena hingga saat ini, dialektika keilmuan ekonomi Islam kurang bergeliat. Indikatornya bisa dilihat dari jarangnya lahir pemikir-pemikir baru pada bidang ekonomi Islam atau ekonomi syari'ah. Indikator lainnya adalah belum bulatnya suara mengenai Ekonomi Islam ditengah-tengan menjamurnya lebaga keuangan berbasis syari'ah, seperi Bank BRI Syari'ah, serta banyak lainnya. Hingga saat ini, pro dan korntra mengenai perbincangan ekonomi islam masih terus tarik ulur. Belum ada pemikiran tokoh ekonomi Islam yang bisa dijadikan pegangan. Terlepas dari itu semua, ada sebuah konsep mengenai Sistem Ekonomi Syari'ah yang benyak diterima. Kensep yang saya maksud adalah sebuah peta konsep mengenai penerapan nilai-nilai syari'ah. sebelum sedikit mengkajinya, mari kita amati gambar di bawah ini.
sistem ekonomi syari'ah
Saya kira, semua sepakat mengenai informasi yang terkandung dalam gambar di atas. Islam terdiri atas 3 pondasi meliputi Aqidah, Syari'ah, kemudian akhlaq. Syari'ah terbagi menjadi 2 yaitu ibadah, dan muamalah. Dalam mu'amalah, meliputi hukum keluarga, hukum pidana, hikim kehakiman, hukum non muslim yang ada di negara islam, hukum mengenai hubungan negara Islam dengan lainnya, hukum mengenai APBD, serta hukum mengenai ekonomi/keuangan.
Secara umum, skema di atas dibagi menjadi 2 jenis. Pembagian ini, didasari atas dasar kaidah dalam ilmu ushul fiqh. Pertama, Ibadah. Dalam hal ibadah, pada dasarnya semua ibadah dilarang kecuali ada dalil yang mewajibkan/membenarkan. Karakteristiknya, memiliki ruang lingkup yang sempit, dan bersifat tetap (Thawabit). Seluruh ibadah, harus memiliki dasar nash yang kuat. Dengan pernyataan ini, maka setiap ibadah harus memiliki dasar baik ayat-ayat al Qur'an maupun hadits. Karena ini pula, dikatakan bahwa dalam aspek Ibadah ruang ilngkupnya dikatakan sempit. Kedua adalah Mu'amalah. Dalam kaidah ushul fiqh dikatakan bahwa pada dasarnya apapun bentuk bermuamalah itu diperbolehkan, kecuali ada dalil yang melarangnya. Karakteristik dari wilayah kajian muamalah, ruanglingkupnya luas. Kemuadian termaruk dalam kategori yang berubah (Mutaghayyirat).
Sistem Ekonomi Syari'ah termasuk dalam wilayah mu'amalah. Sehingga, pada dasarnya setiap transaksi itu boleh. Kecuali ada dalil yang melarang. misalnya dalam perbankan. Dilihat dari Kacamata Ekonomi Syari'ah, Bank konvensional tidak sesuai syari'ah, karena menggunakan bunga sebagai landasan operasionalnya. Sedangkan dalam Islam, bunga merupakan praktek yang dilarang. Agar bisa memanfaatkan fungsi bank, maka langkah yang harus diambil adalah memodifikasi mekanismenya, menghilangkan unsur-unsur yang dilarang dalam syari'at, dan lahirlah bank syari'ah. Yang secara fungsi sama, tetapi mekanismenya telah disesuaikan dengan prinsip=prinsip kesyari'ahan.
....Baca Selengkapnya

Bank BRI Syari'ah

Bank BRI merupakan salah satu bank besar yang ada di Indonesia. Saat ini, bank BRI telah memenuhi syarat untuk membuka cabang bank berbasis syari'ah. Atau istilah kerennya spin off. pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana dengan prinsip kesyari'ahannya? katanya bank syari'ah, tapi dicampur dengan bank konvensional? hak dan bathil kalo dicampu yang bathil yang menang. Wajar jika pertanyaan seperti itu muncul. Akan tetapi, alangkah baiknya, sebelum kita menilai, kita pelajari terlebih dahulu strukturnya bagaimana? bagaimana sirkulasi keuangan pada bank tersebut? Bagaimana pula mekanisme pengambilan keungtungan masing-masing. Kemudian kita tari benang merahnya, apakah semua aktivitas lembaga tersebut bertentangan dengan prinsip syari'ah atau tidak.
Dalam Kacamata Ekonomi Islam, atau Ekonomi Syari'ah, ada yang dikenal dengan sebuah mekanisme yang diberi Istilah Spin Off. Dalam wikipedia, definisi spin off adalah "organisasi, objek atau entitas baru yang merupakan hasil pemisahan atau pemecahan dari bentuk yang lebih besar". Terkait dengan ini, mengenai kegelisahan akan fenomena maraknya bank konvensional yang melakukan spin off, mari kita urai sedikit demi sedikit. Apa yang diharamkan dalam sebuah sistem bank konvensional? jawabannya adalah unsur riba. Dalam konteks ini yang dimaksud adalah bunga bank (walaupun selain ini, ada juga unsur lainnya). Unsur ribawi muncul dalam sebuah proses. Jadi, yang diharamkan dalam bank konvensional adalah proses yang mengandung unsur ribawi dalam operasionalnya. Jika praktek ribawi dalam sebuah lembaga keuangan sudah bisa dihilangkan, apapun nama lembaga keuangan itu, tentu lembaga tersebut tidak bisa dikatakan bertentangan dengan prinsip syari'ah. Pun, jika lebaga tersebut dinamai dengan menggunakan istilah bank syari'ah, untuk membedakan dengan bank yang masih menggunakan unsur rubawi dalam operasionalnya. Dalam setiap fatwa DSN mengenai sebuah produk yang boleh dikeluarkan oleh sebuah bank, pasti mengandung klausul yang menyatakan bahwa "mengingat produk yang saat ini sedang berjalan bertentangan dengan prinsip=prinsip syari'ah, maka perlu adanya produk yang tidak bertentangan dengan syari'ah". kurang lebih begitu isinya. Kalo mau lebih pasti, silahkan buka saja fatwa-fatwa DSN.
Dilihat dari sisi sistem yang dijalankan, bisa dikatakan bahwa bank syari'ah dibagi menjadi 2 jenis. single system bank, dan dual system bank. contoh single system bank adalah yang diterapkan oleh bank Syari'ah BRI, serta bank syari'ah lain yang lahir sendiri seperti Bank Mu'amalat atau bank syari'ah yang lahir dari hasil spin off bank induknya. Dalam sistem bank syari'ah, mulai dari input, proses, output serta outcome nya harus sesuai dengan prinsip syari'ah. Misalnya saja mengenai investor. Bank syari'ah tentu akan menyaring investor-investor yang ingin menanamkan modalnya di Bank Syari'ah, pun dengan Bank Syari'ah BRI. Dengan ketentuan ini, tentu kita bisa memahami bahwa walaupun Bank Syari'ah tersebut merupakan hasil dari Spin Off dari bank induk yang konvensional, akan tetapi seluruh prosesnya telah diperlakukan sesuai dengan ketentua-ketentuan yang didasarkan pada prinsi-prinsi kesyari'ahan. Dan yang palin penting, walaupun sama-sama memiliki nama BRI, pengelolaan keuangan jelas berbeda satu dengan lainnya. Dalam hal ini, pengelolaan keuangan Bank Syari'ah BRI harus dilakukan dengan memperhatikan serta menjalankan prinsip-prinsip kesyari'ahannya.
Saya kira porsoalan mengenai bank syrai'ah yang lahir dari rahim bank konvensional, sudah sedikit bisa diuraikan. mudah-mudahan uraian singkat diatas bisa memberikan pemahaman mengenai bank syari'ah, yang dalam postingan ini bank BRI Syari'ah dijadikan contohnya. Kita lajut ke persoalan lain, dimana telah banyak yang beranggapan bahwa "bagaimana prinsip kesyari'ahan bisa dijalankan, sementara bank sentralnya saja masih sama yaitu pada BI. Bukankah BI itu menggunakan prinsip ribawi?" nah, ini juga penting di uraikan agar tidak terjadi mis komunikasi. Masalahnya, kalau diuraikan disini, pembaca bisa merasa jenuh karena melihat tulisan yang monoton, dan panjang. Oleh karenanya, untuk menjelaskan mengenai perlakuan BI terhadap bank baik bank konvensional maupun bank syari'ah, diuraikan pada postingan lain. Silahkan lihat postingan lain tersebut dengan judul "GWM Bank Syari'ah = GWM Bank Konvensional", yang bisa di akses pada http://goo.gl/KJyIEy.
....Baca Selengkapnya

Friday, September 26, 2014

Ekonomi Syari'ah

Ekonomi Syari'ah merupakan istilah lain untuk Ekonomi Islam. Ya, ada pepatah yang bilang bahwa "apalah arti sebuah nama". Dalam konteks substansi, memang tidak ada perbedaan antara ekonomi Syari'ah dengan Ekonomi Islam. Akan tetapi, disisi lain mungkin ada sesuatu yang bisa memberi pemaknaan berbeda antara istilah Ekonomi Syari'ah dengan Ekonomi Islam. Baik, dalam kesempatan ini saya akan mencoba me-recall ingatan saya ketika di atas bangku kuliah,tepatnya ketika sang dosen bercerita mengenai sejarah Ekonomi Islam di Indonesia. Secara literer, saya sendiri belum pernah melihat secara langsung referensi yang bisa memperkuat informasi yang saya terima dari dosen pada saat itu. Akan tepi, keterbatasan literasi tersebut mungkin dikarenakan saya sendiri yang relatif jarang baca buku, sehingga pembendaharaan bukunya kurang. Faktor lainnya mungkin karena informasi ini sangat kental dengan kondisi politik pada saat itu. Sehingga ini menjadi semacam hidden history Ekonomi Islam di Indonesia. Apa yang diceritakan Dosen tersebut? ya, nanti saya uraikan di bawah.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sejarah Ekonomi Islam secara kelembagaan, mulai booming pada tahun 1991-1992 (kalau tidak salah). Saat itu, di tahun 1991 sudah mulai ada rumusan/inisiatif untuk membuat lembaga keuangan syari'ah yang se-level dengan bank yang kemudian diistilahkan dengan Bank Syari'ah. Tentu cerita ini sudah banyak yang tau, dan tentunya telah banyak juga yang mencantumkannya dalam buku-buku referensi untuk jurusan Ekonomi Islam. Pertanyaannya, mengapa saat itu menggunakan istilah bank syari'ah dan bukan bank Islam? pada saat itu, istilah ekonomi syari'ah lebih banyak digunakan daripada istilah ekonomi Islam. Bagaimana sekarang? oke, bank syari'ah memang hingga saat ini masih menjadi istilah mainstream dibandingkan bank Islam. Akan tetapi, didunia pendidikan, saat ini lebih banyak yang menggunakan Ekonomi Islam di banding dengan menggunakan Istilah ekonomi Syari'ah. Entah itu karena panduan dalam regulasinya seperti itu, atau karena faktor lain. Kepo juga ya ternyata? haha,,,
lanjut lagi ceritanya. sekarang, kita to the point saja ya. Konon, sejarah munculnya istilah Bank Syari'ah di awal lahirnya sistem Ekonomi Islam, dikarenakan sensitifitas pemerintah pada saat itu terhadap gerakan-gerakan radikal. Segala bentuk pergerakan yang berpotensi menggoyangkan penguasa pada saat itu, langsung ditindak tegas. Istilah Islam dalam bank islam, dianggap identik dengan sikap-sikap makar terhadap pemerintah. Sedangkan istilah Syari'ah, dianggap lebih bersahabat dan besifat bisa meredam pemikiran-pemikiran yang potensial mengarah pada upaya-upaya perpecahan.
Terkait dengan cerita dosen saya yang ditulis kembali pada postingan ini, secara literer belum bisa dilampirkan fakta-fakta yang bisa memperkuat cerita tersebut. akan tetapi, alasannya logis dan bisa diterima dengan akal. Jika tulisan ini dianggap tidak memberikan manfaat dalam warna-warni dinamika keilmuan ekonomi syari'ah, silahkan mengabaikannya. akan tetapi, jika tulisan ini bemanfaat dan menjadi bagian dari sudut pandang dalam dunia Ekonomi syari'ah, saya minta dido'akan agar bisa produktif menulis, terutama dalam bidang Ekonomi Islam. sekalian minta dido'akan, supaya semua tulisan diberi keberkahan. aamiin,,,
....Baca Selengkapnya

Kacamata Ekonomi Islam

Dalam rangka memperbaiki struktur blog dilihat dari sisi optimasi on page, pada kesempatan ini saya ingin kembali membahas mengenai ekonomi islam. Memang, kalo dilihat dari jumlah postingan saat ini, tulisan ini merupakan tulisan ke sekian kali, dan bisa jadi dianggap terlambat untuk ukuran struktur blog. Memang konstruksi lebih baik dipikirkan dari awal, akan tetapi berhubung belajar otodidak, jadi baru sekarang mengerti mengenai konstruksi blog yang baik (menurut apa yang saya peroleh saat ini). Pepatah bijak mengatakan "lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali", atas dasar itu maka melalui tulisan ini saya niatkan menjadi batu pondasi pertama untuk konstruksi blog yang lebih baik. Maka berbahagialah orang yang membaca postingan ini. *jadi ngelantur....
Kembali pada topik mengenai ekonomi islam. Pada kesempatan ini, saya akan mencoba menjabarkan Ekonomi Islam dalam beberapa pendekatan.

Ekonomi Islam dari Kacamata Filsafat Ilmu

Sub ini dibuat biar keren saja. Masalah konten, mudah-mudahan tidak melenceng dari sub ini. Begini, dalam filsafat ilmu ada yang dikenal dengan keilmuan yang bersifat antroposentris, ada juga yang dikenal dengan keilmuan yang bersifat teo-antroposentris. Sifat inilah yang membedakan antara ilmu ekonomi dengan ilmu ekonomi Islam. Ilmu ekonomi konvensional itu bersifat antroposntris, sedangkan ilmu ekonomi Islam bersifat tep-antroposentris. Nah lo, kok jadi banding-bandingkan? yup, adanya ekonomi Islam pada kontek sekarang, tentu tidak bisa dipisahkan dengan ilmu ekonomi. ekonomi Islam, bisa dikatakan merupakan bagian dari proses dialektika yang salah satu mata rantainya dari ilmu ekonomi. Mengenai pernyataan terakhir ini mungkin debatebel (ejaan sunda), banyak juga yang menganggap ekonomi Islami jauh lebih cepat dijalankan sebelum munculnya ilmu ekonomi umum. Bagi saya, perdebatan ini bukan poin utama. Yang jelas, kedua disiplin ilmu ini tidak bisa dipisahkan.
Kembali lagi pada pembahasan mengenai ilmu antroposentris, dengan ilmu teo-antroposentris. Antroposenstris, dalam konteks ini secara sederhana bisa dimaknai manusia sebagai pusatnya. Dalam konteks ilmu ekonomi, maka bisa ditarik benang merah bahwa ilmu tersebut berpusat pada manusia sebagai objek kajiannya. Maksudnya, ilmu ekonomi lahir dan bersar hanya berpusat pada manusia. Sebagaimana kita ketahui, bahwa manusia itu terus berproses. Sehingga bukan tidak mungkin, ilmu ekonomi juga akan terus berproses. Sehingga potensi ketidak sempurnaan, masih sangat besar. Potensi ini diperparah dengan tabiat manusia yang selalui ingin mendominasi manusia lainnya. Sehingga banyak lahir teori-teori ekonomi yang tersetruktur dan masiv, hanya memberikan keuntungan pada pihak tertentu saja, dan sekaligus merugikan pihak lainnya secara sistemik. Misalnya saja sistem ekonomi kapitalis. Dilihat dari sisi ini, ekonomi Islam jelas berbeda dengan ekonomi konvensional. Bisa dikatakan bahwa ekonomi Islam itu tergolong dalam keilmuan yang bersifat teo-antroposentris. Maksudnya adalah ilmu yang secara terintegrasi berpusat pada manusia dan Allah. Nilai-nilai islam terintegrasi dengan teori-teori empiris ilmu ekonomi, maka lahirlah ekonomi Islam. Dalam konteks implementasi, ilmu ekonomi Islam tentu harus dilengkapi dengan perangkat lain yang bisa menjaga otentisitasnya. Misal dalam konteks perbankan ada yang dikenal dengan istilah DSN dan DPS.

Ekonomi Islam dari sisi Humanistis

Nilai-nilai kemanusiaan, dijunjung tinggi dinegara-negara modern. Terbongkarnya sitem ekonomi yang tidak manusiawi, tentu akan melahirkan alternatif baru ilmu ekonomi yang lebih manusiawi. Objektif, berkeadilan, merupakan hal yang menjadi obat untuk sistem ekonomi konvensional. Den nilai-nilai humanis ada dalam ekonomi Islam. inilah hal lain yang membedakan antara ekonomi konvensional dengan ekonomi Islam.
....Baca Selengkapnya

Thursday, September 11, 2014

HADITS: SUATU ZAMAN KETIKA MENUSIA TIDAK PEDULI HALAL DAN HARAM

Alhamdulillah, setelah sekian lama akhirnya bisa “memaksakan diri” untuk kembali menulis agar bisa di publish di blog Artikel Ekonomi Islam. Pada kesempatan ini, saya akan mencoba berbagi sebuah hadits tentang “Suatu Zaman Ketika Manusia tidak Peduli Halal dan Haram”. Sebelumnya, tulisan bertemakan hadits muamalah yang terakhir saya buat dan dipublikasikan yaitu berjudul “2 Akad dalam 1 Transaksi” yang bisa di akses pada http://goo.gl/QjU651.
Kembali ke tulisan yang akan saya bahas. Tulisan ini disusun persis setelah iseng membaca untuk mengisi waktu luang, ternyata saya menemukan sebuah hadits yang isinya lumayan mencengangkan. Berikut isi hadistnya:
HADITS: SUATU ZAMAN KETIKA MENUSIA TIDAK PEDULI HALAL DAN HARAM
Shahih Bukhari 1918: Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza'bi telah menceritakan kepada kami Sa'id Al Maqbariy dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Akan datang suatu zaman pada manusia yang ketika itu seseorang tidak peduli lagi tentang apa yang didapatnya apakah dari barang halal ataukah haram".
Sebelum membahas isi hadits, saya akan sedikit menyinggung mengenai sanad hadits yang nantinya bisa menentukan derajat hadits ini. Hadits nomor 1918 dalam kitab hadits Shahih Bukhari menurut pandangan ulama hadits (ijma’ ulama), termasuk dalam kategori hadits shahih. Jika melihat rowi hadits, salah satu perowi ada yang berstastus Matruk (Matruk ialah Perawi yang dituduh berdusta, atau perawi yang banyak melakukan kekeliruan, sehingga periwayatanya bertentangan dengan periwayatan perawi yang tsiqah. Atau perawi yang sering meriwayatkan hadits-hadits yang tidak dikenal (gharib) dari perawi yang terkenal tsiqah). Selain itu, semua rowi memiliki predikat tsiqah ‘adil, bahkan ada yang tsiqah hafidz. Akan tetapi, hadits ini memiliki hadits pembanding yang bisa memperkuat kekuatan hadits ini. Mungkin ini salah satu pertimbangan ulama hadits untuk memberikan predikat shahih pada hadits ini. Perkara shahihnya itu shahih lidzatih, maupun la lidzatih, itu lain soal.
Masuk pada kandungan makna hadits. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Rasulullah adalah manusia yang dimaksum. Setiap perbuatan beliau mendapat supervisi dari Allah SAW. Beliau juga merupakan manusia yang telah diberi wahyu, sehingga setiap contoh perbuatan yang beliau tunjukkan merupakan blueprint manusia paling sempurna. Begitupun dengan perkataan beliau, yang hampir bisa dipastikan benar, serta mengandung faedah baik secara duniawi, bahkan ukhrowi. Hadits ini mengandung informasi bahwa “Akan datang suatu zaman pada manusia yang ketika itu seseorang tidak peduli lagi tentang apa yang didapatnya apakah dari barang halal ataukah haram”. Sebagai seorang muslim, tentu informasi ini sangat mengerikan. Mengapa? Karena itu berarti manusia sudah ditak peduli lagi dengan ajaran agama. Padahal sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Islam adalah “way of life”. Apa jadinya hidup tanpa berIslam?
Semoga tulisan ini bisa menginspirasi kita semua untuk senantiasa memegang nilai-nilai Islam, agar kemudian menjadi subjek yang memiliki peran supaya manusia yang ada di bumi tetap memegang teguh nilai-nilai Islam.
....Baca Selengkapnya

Sunday, September 7, 2014

Konsep Dasar Bank

Sebelum ke Konsep Dasar Bank

Konsep Dasar Bank
Terkadang, banyak yang keliru menafsirkan lembaga-lembaga yang di belakang atau di depannya dicantumkan embel-embel syari'ah, mind-set yang dibangun adalah lembaga tersebut harus selalu memberi keuntungan. Lembaga tersebut harus selalu bisa membantu. Dan lembaga tersebut haram rugi. Begitu juga yang sering terjadi ketika melihat persoalan yang ada pada bank syari'ah. Sebelum mengkaji lebih jauh mengenai stigma kebanyakan orang terhadap lembaga berbasis prinsip syari'ah, tentu kita harus mengenal terlebih dahulu konsep dasar lembaga tersebut. Prinsip-prinsip yang dimasukkan pada sebuah lembaga, tidak akan merubah konsep dasar lembaga tersebut. Berpengaruh mungkin iya, akan tetapi tidak secara otomatis 180 derajat berubah. Bagaimana konsep dasar perbankan? Mari kita urai pada kajian berikut!

Bank Secara Teori

Konsep dasar sebuah bank adalah lembaga intermediasi. Dikutif dari kamus besar bahasa Indonesia definisi bank adalah sebagai berikut:
"badan usaha di bidang keuangan yg menarik dan mengeluarkan uang dl masyakarat, terutama memberikan kredit dan jasa dl lalu lintas pembayaran dan peredaran uang"
Dari sisi etimologi, berikut adalah paparannya yang dikutif dari wikipedia.org
"Kata bank berasal dari bahasa Italia banque atau Italia banca yang berarti bangku. Para bankir Florence pada masa Renaissans melakukan transaksi mereka dengan duduk di belakang meja penukaran uang, berbeda dengan pekerjaan kebanyakan orang yang tidak memungkinkan mereka untuk duduk sambil bekerja."
Berikut adalah sedikit cuplikan sejarah mengenai bank yang dikutif dari wikipedia.org
"Bank pertama kali didirikan dalam bentuk seperti sebuah firma pada umumnya pada tahun 1690, pada saat kerajaan Inggris berkemauan merencanakan membangun kembali kekuatan armada lautnya untuk bersaing dengan kekuatan armada laut Perancis [7] akan tetapi pemerintahan Inggris saat itu tidak mempunyai kemampuan pendanaan kemudian berdasarkan gagasan William Paterson yang kemudian oleh Charles Montagu direalisasikan dengan membentuk sebuah lembaga intermediasi keuangan yang akhirnya dapat memenuhi dana pembiayaan tersebut hanya dalam waktu duabelas hari.[8]Sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan adalah pada zaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa. Kemudian usaha perbankan ini berkembang ke Asia Barat oleh para pedagang.[butuh rujukan] Perkembangan perbankan di Asia, Afrika dan Amerika dibawa oleh bangsa Eropa pada saat melakukan penjajahan ke negara jajahannya baik di Asia, Afrika maupun benua Amerika.[butuh rujukan] Bila ditelusuri, sejarah dikenalnya perbankan dimulai dari jasa penukaran uang.[butuh rujukan] Sehingga dalam sejarah perbankan, arti bank dikenal sebagai meja tempat penukaran uang.[butuh rujukan] Dalam perjalanan sejarah kerajaan pada masa dahulu penukaran uangnya dilakukan antar kerajaan yang satu dnegan kerajaan yang lain.[butuh rujukan] Kegiatan penukaran ini sekarang dikenal dengan nama Pedagang Valuta Asing (Money Changer).[butuh rujukan] Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan operasional perbankan berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut sekarang ini kegiatan simpanan.[butuh rujukan] Berikutnya kegiatan perbankan bertambah dengan kegiatan peminjaman uang.[butuh rujukan] Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali kepada masyarakatyang membutuhkannya.[butuh rujukan] Jasa-jasa bank lainnya menyusul sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.[butuh rujukan]"

Konsep Dasar Bank

Dari beberapa literatur di atas, fungsi utamanya merupakan lembaga intermediasi yang berguna untuk menghimpun dana dari unit surplus, kemudian menyalurkannya ke unit minus. Konsep dasar ini dilakukan dalam bingkai motif ekonomi atau sederhananya untuk mencari keuntungan.
Pada dasarnya, bank syari'ah juga merupalan lembaga profit oriented. Dimana bank syari'ah juga mencari keuntungan. Akan tetapi, yang membedakan dengan bank konvensional adalah implementasi nilai-nilai syari'ah mulai dari regulasi, hingga pada tataran teknis. Nilai-nilai syari'ah ini bisa dikatakan merupakan serangkaian aturan main yang sangat objektif. Sehingga jika diterapkan dengan baik, maka keuntungan yang diperoleh sangat sesuai dengan usaha yang dilakukan. Intinya, nilai keadilan sangat dijunjung tinggi dalam sistem perbank syari'ah.

....Baca Selengkapnya

Friday, September 5, 2014

Peran Mahasiswa Ekonomi Syari'ah

Peran Mahasiswa Ekonomi Syari'ah sebagai Agen of Change

Setelah sebelumnya membahas mengenai Pertumbuhan Bank Syariah di Indonesia 2014, Peluang Kerja di Bank Syari'ah, Perkembangan Kegiatan Usaha Perbankan Syariah Per Propinsi, Hubungan BI dengan Bank Syari'ah serta artikel lainnya yang bisa dilihat pada Daftas Isi. Dalam kesempatan ini blog Ekonomi Islam akan mengangkat sebuah permasalahan mengenai Peran Mahasiswa Ekonomi Syari'ah.
Sering terngiang ditelinga bahwa mahasiswa adalah agen perubahan (agen of change). Jika itu betul, tentu agen perubahan dalam semua aspek. Baik itu politik, sosial, hingga aspek yang sesuai dalam bidang keilmuan yang sedang ditekuninya. Dalam konteks ekonomi syari'ah, jika menggunakan teori mahasiswa adalah agen perubahan, tentu salah satu peran utamanya adalah sebagai manusia yang ikut serta dalam memperjuangkan penerapan serta pengembangan sistem ekonomi Syari'ah. Mulai dari regulasi, hingga penerapan di lapangan. Seharusnya mahasiswa memiliki peran untuk mengontrol itu semua, agar tidak ada kesenjangan antara hasil penelitian (teori), dan praktek di lapangan.

Peran Mahasiswa Ekonomi Syari'ah dalam Konteks Perkembangan Bank Syari'ah

Peran Mahasiswa Ekonomi Syari'ah
Tidak bisa dipungkiri bahwa ekonomi syari'ah sangat identik dengan bank syari'ah. Ketika muncul istilah ekonomi syari'ah, maka istilah yang sangat potensial muncul berikutnya adalah bank syari'ah. Berbicara mengenai ekonomi syari'ah, tentu tidak hanya mengenai bank syari'ah ansih. Ada banyak objek kajian lain yang masuk dalam wilayah kajian ekonomi syari'ah. Misalnya seperti asuransi syari'ah, lembaga micro/macro finance berbasis syari'ah, serta banyak lainnya.
Bank syari'ah dalam perkembangannya mengalami banyak lika-liku. Banyak diantara masyarakat yang menganggap bank syari'ah itu sama dengan bank konvensional. Untuk menjawab kegelisahan ini, silahkan baca kembali artikel kami sebelumnya yaitu "Bank Syari'ah sama dengan Bank Konvensional?" Selain itu, ada juga kritik dari sesama muslim mengenai praktek bank syari'ah yang dianggap belum mencerminkan nilai-nilai kesyari'ahan. Serta banyak lainnya.
Lalu sikap seperti apa yang harusnya di ambil oleh seorang mahasiswa jurusan ekonomi syari'ah? Ada sebuah pakem yang yang dikenal dengan istilah 3 darma perguruan tinggi. Tranformasi keilmuan, pengembangan keilmuan (penelitian), serta pengabdian terhadap masyarakat. Pada fungsi pertama, ditunaikan melalui kegiatan belajar-mengajar yang diperoleh di kelas ketika perkuliahan. Pengembangan keilmuan dicapai melalui proses penelitian yang wajib dilakukan oleh seluruh mahasiswa. Biasanya diwujudkan dalam bentuk tugas akhir. Baik berupa karya, maupun hasil penelitian. Pengabdian terdahap masyarakat, biasanya diwujudkan dalam kegiatan KKN, pendampingan masyarakat, atau bentuk lainnya. Semuanya dijalankan dalam bingkai keilmuan sesuai dengan jurusan yang ditempuh. Termasuk dalam bidang perbankan syari'ah.
Sistem ekonomi syari'ah yang salah satunya diimplementasikan dalam bank syari'ah, merupakan hal baru dibandingkan dengan sistem perbankan mainstream yang telah mapan. Dalam kondisi seperti ini, seluruh stake holder bank syari'ah dari hulu ke hilir harus memiliki peran sebagai pulisher. Tepatnya sebagai pihak yang berperan aktif untuk mensosialisasikan sistem yang sedang dikembangkan, dalam hal ini bank syari'ah. Ada banyak perbedaan dengan bank konvensional, walaupun secara kasat mata seperti sama. Substansi ini yang perlu disampaikan kepada masyarakat luas, agar tidak terjadi mis komunikasi dalam memahami bank syari'ah secara utuh.
Sebagai mahasiswa, sudah tentu dituntut untuk kritis dalam menghadapi segala sesuatu. Termasuk dalam permasalahan perbankan syari'ah. Akan tetapi, sebagai orang yang secara langsung dengan sengaja mengkaji sistem bank syari'ah, tentu memiliki kewajiban untuk menjelaskan kepada masyarakat luas yang mungkin memiliki akses yang lebih terbatas untuk mengkaji bank syari'ah.

Simpulan atas Peran Mahasiswa Ekonomi Syari'ah

Sebagai orang yang secara langsung dengan sengaja mengkaji sistem bank syari'ah, tentu memiliki kewajiban untuk ikut mensosialisasikan bank syari'ah kepada masyarakat luas yang memiliki kesempatan lebih kecil dalam mengkaji bank syari'ah. Sikap kritis merupakan hal penting yang harus tetap di jaga untuk penguatan sistem perbankan syari'ah.

"Sebagai orang yang secara langsung dengan sengaja mengkaji sistem bank syari'ah, tentu memiliki kewajiban untuk ikut mensosialisasikan bank syari'ah kepada masyarakat luas yang memiliki kesempatan lebih kecil dalam mengkaji bank syari'ah."
....Baca Selengkapnya

Monday, September 1, 2014

Kartu Kredit Syari'ah (Syari'ah Card)

Kartu Kredit Syari'ah atau Syari'ah Card adalah

Dikutif langsung dari fatwa DSN No. 54 tentang Syari'ah Card, berikut adalah pengertiannya:
"Syariah Card adalah kartu yang berfungsi seperti Kartu Kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam fatwa ini "

Latar belakang munculnya produk syari'ah card dalam dunia perbankan dikarenakan tingkat kebutuhan akan kartu kredit yang relatif tinggi. Akan tetapi, kartu kredit konvensional itu berbasis pada bunga. Dalam Islam, segala sesuatu yang didasarkan pada bunga itu dilarang. Untuk mengakomodir kebutuhan ini, maka perbankan syari'ah mengeluarkan syari'ah card yang secara fungsi sama dengan kartu kredit, akan tetapi telah dimodifikasi sedemikian rupa dengan menghilangkan unsur-unsur ribawi, dan menggantinya dengan mekanisme yang disesuaikan dengan prinsip-pinsip syari'ah. Salah satu yang paling menonjol dalam "syari'ah-isasi" kartu kredit adalah system bunga yang diganti dengan system lain, yang menurut perspektif syari'ah tidak bertentangan. Pertanyaannya adalah, apa saja kriteria yang membedakan kartu kredit konvensional dengan kartu kredit syari'ah? Mari kita elaborasi pada uraian di bawah!

Akad yang digunakan dalam Kartu Kredit Syari'ah (Syari'ah Card)

Ada 3 akad yang digunakan dalam produk Kartu Kredit Syari'ah (Syari'ah Card), diantaranya adalah:
[1] Kafalah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang Kartu terhadap Merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu dengan Merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas pemberian Kafalah, penerbit kartu dapat menerima fee (ujrah kafalah).
[2] Qardh; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah pemberi pinjaman (muqridh) kepada Pemegang Kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank Penerbit Kartu.
[3] Ijarah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu. Atas Ijarah ini, Pemegang Kartu dikenakan membership fee.

Batasan-batasan dalam penggunaan produk Kartu Kredit Syari'ah (Syari'ah Card)

[1] Tidak menimbulkan riba.
[2] Tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengancsyariah.
[3] Tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf), dengan cara antara lain menetapkan pagu maksimal pembelanjaan.
[4] Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya.
[5] Tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah

Transparansi Biaya Kartu Kredit Syari'ah (Syari'ah Card)

Faktor lain yang sangat substantif dalam Islam adalah kejelasan biaya. Dalam memanfaatkan fasilitas Kartu Kredit Syari'ah (Syari'ah Card), ada beberapa biaya yang harus dikeluarkan oleh pengguna kartu. Diantaranya adalah:
[1] Iuran keanggotaan (membership fee), bank selaku pihat yang mengeluarkan kartu berhak menerima iuran keanggotaan (rusum al-’udhwiyah) termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang Kartu sebagai imbalan (ujrah) atas izin penggunaan fasilitas kartu.
[2] Merchant fee, bank selaku pihak yang menerbutkan kartu boleh menerima fee yang diambil dari harga objek transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah) atas perantara (samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-dayn).
[3] Fee penarikan uang tunai, Penerbit kartu boleh menerima fee penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud) sebagai fee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan.
[4] Fee Kafalah, Penerbit kartu boleh menerima fee dari Pemegang Kartu atas pemberian Kafalah.
[5] Semua bentuk fee tersebut di atas (a s-d d) harus ditetapkan pada saat akad aplikasi kartu secara jelas dan tetap, kecuali untuk merchant fee.
Selain biaya-biaya tersebut, biaya lain yang harus dikeluarkan adalah ketika pengguna terlambat membayar kewajibannya setelah jatuh tempo. Atau yang disebut dengan istilah ta'widh.
Transparansi biaya seperti ini, sekilas memberikan kesan bahwa bank syari'ah memiliki beban biaya yang lebih banyak dibandingkan dengan bank konvensional. Jika dikalkulasi, mungkin kartu kredit syari'ah lebih banyak biaya dibandingkan dengan kartu kredit konvensional. Akan tetapi, rumitnya akad dalam produk syari'ah card, biaya-biaya yang harus dikeluarkan, didasarkan pada prinsip-prinsip kesyari'ahan yang harus diterapkan pada seluruh produk bank syari'ah. Syari'ah atau tidak, tidak hanya menyoal murah atau mahal. Syari'ah atau tidak dapat dilihat dari mekanismenya yang secara substantif berbasis pada nilai-nilai Islam. Terlepas dari murah atau mahalnya biaya sebuah produk, jika memang itu didasarkan pada menaisme yang berbasis pada prinsip-prinsip syari'ah, maka itu merupakan sebuah konsekuensi logis yang harus di terima.
....Baca Selengkapnya