Friday, December 20, 2013

Produk Bank Syari'ah Indonesia

tulisan ini, diambil dan dikemas ulang dari artikel yang ada di website Bank Indonesia dengan judul "Kodifikasi Produk Perbankan Syariah". "wajah baru" dari artikel sebanyak 34 halaman ini, disajikan dalam 14 artikel yang dipublikasikan melalui blog. 14 artikel tersebut, berisi mengenai produk-produk perbankan syari'ah yang secara garis besar terbagi dalam 3 golongan. Produk Penghimunan Dana, Produk Penyaluran Dana, dan Produk Pelayanan Jasa Perbankan.
yang termasuk dalam golongan Produk Penghimpunan Dana, diantaranya adalah:
1. Giro Syari'ah, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/giro-syariah.html
2. Tabungan Syari'ah, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/tabungan-syariah.html
3. Deposito Syari'ah, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/deposito-syariah.html

yang termasuk dalam golongan Produk Penyaluran Dana, diantaranya adalah:
1. Pembiayaan Atas Dasar Akad Mudharabah, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-mudharabah.html
2. Pembiayaan Atas Dasar Akad Musyarakah, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-musyarakah.html
3. Pembiayaan Atas Dasar Akad Murabahah, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-murabahah.html
4. Pembiayaan Atas Dasar Akad Salam, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-salam.html
5. Pembiayaan Atas Dasar Akad Istishna', Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-istishna.html
6. Pembiayaan Atas Dasar Akad Ijarah, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-ijarah.html
7. Pembiayaan Atas Dasar Akad Qardh, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-qardh.html
8. Pembiayaan Multijasa, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-mutijasa.html

yang termasuk dalam golongan Produk Pelayanan Jasa Perbankan, diantaranya adalah:
1. Letter of Credit (L/C) import Syari'ah, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/letter-of-credit-lc-import-syariah.html
2. Bank Garansi Syari'ah, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/bank-garansi-syariah.html
3. Penukaran Valuta Asing (Sharf), Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/penukaran-valuta-asing-sharf.html

....Baca Selengkapnya

Thursday, December 19, 2013

Perbandingan Gadai Konvensional dengan Gadai Syari'ah (Rahn)

Sebelumnya, artikel ekonomi Islam telah memaparkan mengenai Gadai Syari'ah dalam sebuah artikel berjudul "Gadai Syari'ah: Sebuah Kajian Teoritis". Dalam artikel tersebut, gadai atau rahn (dalam bahasa arab) didefinisikan sebagai "harta yang dijadikan jaminan untuk hutang, agar harga dari harta tersebut digunakan untuk..... Baca selanjutnya". Secara prinsip, pegadaian konvensional berbeda dengan gadai syari'ah. Berikut adalah perbedaannya:

Perbandingan
Gadai dengan Rahn (Gadai Syari’ah)

INDIKATOR

RAHN (GADAY SYARI’AH)

GADAI KONVENSIONAL
Konsep
Dasar

Tolong Menolong (Jasa Pemeliharaan Barang Jaminan)

Profit Oriented (Bunga dari Pinjaman Pokok / Biaya Sewa Modal)

Jenis
Barang Jaminan

Barang Bergerak & Tidak Bergerak

Hanya Barang Bergerak

Beban

Biaya Pemeliharaan

Bunga (dari pokok pinjaman)

Lembaga

Bisa Dilakukan Perseorangan

Hanya bisa dilakukan oleh lembaga (perum Pegadaian)

Perlakuan

Di jual (kelebihan dikembalikan kepada yang memiliki barang)

Di lelang



Dari tabel di atas tertulis bahwa konsep dasar gadai syari'ah adalah tolong menolong. Pada dasarnya, ketika seseorang menggadaikan barang, sudah tentu dalam kondisi kesusahan. Karenanya, dalam mekanisme gadai syari'ah tidak membebankan bunga dari pinjaman. Dalam gadai dengan prinsip syari'ah, orang yang menggadaikan barangnya hanya diberikan kewajiban untuk memelihara barang yang dijadikan jaminan. Pemeliharaan barang jaminan, tentu merupakan kewajiban pemilik barang. Akan tetapi, untuk memudahkan maka pemeliharaan diserahkan kepada pihak pegadaian dengan konsekuensi ada biaya pemeliharaan sebagai pengganti kewajiban pemilik barang dalam pemeliharaan. Besar kecilnya biaya, tidak tergantung besar kecilnya dana yang dipinjam. Akan tetapi, dilihat dari nilai taksiran barang yang digadaikan. Berbeda halnya dengan pegadaian konvensional, dimana bunga ditarik dari besar kecilnya dana yang dipinjam.
Dilihat dari segi barang jaminannya, gadai syari'ah bisa berupa barang bergerak dan barang yang tidak bergerak. Sedangkan dalam pegadaian konvensional, hanya boleh menjaminkan barang bergerak saja. Pada pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian Konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan.
Dilihat dari sisi kelembagaan, gadai syari'ah tidak terikat lembaga. Maksudnya, gadai syari'ah bisa dilakukan oleh siapapun, terlepas apakah pihak tersebut berupa lembaga atau bukan. Berbeda halnya dengan pegadaian konvensional, dimana gadai hanya bisa dilakukan kepada lembaga (perum pegadaian) sebagai mana diatur dalam KUHP pasal 1150.
....Baca Selengkapnya

Gadai : Sebuah Kajian Teoritis

Secara umum, gadai bisa dipahami sebagai suatu kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang akan dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan lembaga gadai (Kasmir, 2010:262). Dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) Pasal 1150 dipaparkan bahwa gadai merupakan "Suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang atau oleh orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya-biaya mana harus didahulukan." dalam islam, istilah arab yang mewakili makna gadai ialah rahn.
Dilihat dari sisi etimologis, rahn berasal dari kata rahana-rahnan yang mengandung arti tetap (tsabata), kekal/langgeng (dama), dan/atau menahan (habasa). Secara istilah, rahn bisa dimaknai sebagai "harta yang dijadikan jaminan untuk hutang, agar harga dari harta tersebut digunakan untuk membayar hutang jika si penghutang tidak dapat membayarnya."
Adapun ketentuan gadai sesuai dengan fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang gadai (Rahn) ialah:
  1. Pihak yang menerima gadai mempunyai hak untuk menahan barang jaminan sampai semua utang orang yang menggadaikan dilunasi.
  2. Barang jaminan dan manfaatnya tetap menjadi milik orang yang menggadaikan. Pada prinsipnya, Barang Jaminan tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak yang menerima gadai kecuali seizin pemilik barang, dengan tidak mengurangi nilai barang gadaian serta pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.
  3. Pemeliharaan dan penyimpanan barang jaminan pada dasarnya menjadi kewajiban orang yang menggadaikan, namun dapat dilakukan juga oleh pihak yang menerima gadai, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban orang yang menggadaikan.
  4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang jaminan tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
  5. Penjualan barang jaminan :
  • Apabila jatuh tempo, pihak penerima gadai harus memperingatkan orang yang menggadaikan untuk segera melunasi utangnya.
  • Apabila orang yang menggadai tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka barang jaminan dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syari'ah.
  • Hasil penjualan barang jaminan digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
  • Kelebihan hasil penjualan menjadi milik orang yang menggadai begitu juga kekurangannya menjadi, kewajiban orang yang menggadai.
Ketika terjadi perselisihan, maka harus diselesaikan melalui badan arbitrase syari'ah. Fatwa yang berkaitan dengan rahn, bisa di download pada alamat di bawah.
 Cara Download : Copy Link di bawah, Kemudian Paste & Search di Browser
https://www.dropbox.com/s/t53urz1xlolsouv/25-rahn.pdf
....Baca Selengkapnya

Wednesday, December 11, 2013

Kebijakan Fiskal dalam Kajian Ekonomi Islam

Dalam artikel lain yang berjudul "Kebijakan Fiskal : Sebuah Kajian Teoritis", telah dipaparkan bahwa yang dimaksud dengan Kebijakan Fiskal ialah "suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan,,,,,,, Baca Selanjutnya". Dalam kajian ekonomi Islam, definisi kebijakan fiskal tersebut bisa digunakan. Yang menjadi pembeda ialah mekanisme serta instrumen yang digunakan dalam kebijakan fiskal ala kajian ekonomi Islam. Dimana instrumen kebijakan fiskal dalam system ekonomi islam terbebas dari unsur-unsur yang diharamkan oleh syari'at. Karenanya, unsur-unsur yang menjadi instrumen kebijakan fiskal dalam system ekonomi Islam, berbeda dengan unsur-unsur yang menjadi instrumen dalam kebijakan fiskal konvensional.
Dalam perjalanan sejarah Islam telah dikenal beberapa sumber pendapatan dan keuangan negara (al-mawarid al-maliyyah li al-dawlah). Berdasarkan perolehannya, sumber-sumber pendapatan negara tersebut menurut Wahhab Khalaf dapat dikategorikan menjadi dua, yakni yang bersifat rutin (dawriyyah) dan pendapatan insidental (ghayr dawriyyah). Pendapatan rutin negara terdiri dari zakat, kharaj (pajak bumi), jizyah (pajak jaminan keamanan atas non-Muslim), dan usyur (pajak ekspor dan impor). Sedangkan pendapatan tidak rutin adalah pemasukan tak terduga seperti dari ghanimah dan fa'i (harta rampasan perang), ma'adin (seperlima hasil tambang) dan rikaz (harta karun), harta peninggalan dari pewaris yang tidak mempunyai ahli waris, harta temuan dan segala bentuk harta yang tidak diketahui secara pasti pemiliknya ('Abd al-Wahhab Khalaf, 1977:114). Sabahuddin Azmi membuat klasifikasi sumber-sumber pendapatan yang agak berbeda dengan Khalaf. Ia membedakan sumber pendapatan negara berdasarkan tujuan alokasinya; 1) Pendapatan ghanimah, Pendapatan shadaqah, dan Pendapatan fa'i.(Sabahuddin Azmi, 2004: Bab IV) Klasifikasi yang mengikuti pendapat Abu Yusuf ini menurut Azmi menjadi sangat penting karena alokasi dari setiap kategori pendapatan telah ditentukan, dan tidak boleh dicampuradukkan.
Ibn Taimiyyah mengikuti klasifikasi Abu Yusuf. Ia menggaris bawahi bahwa sumber penerimaan keuangan negara terdiri dari tiga kategori, yaitu ghanimah, sadaqah dan fa'i.(Sabahuddin Azmi, 2004:32) Dalam mengklasifikasikan seluruh sumber penerimaan tersebut, Ibn Taimiyyah mempertimbangkan asal-usul dari penerimaan yang dihimpun dari berbagai sumber dan kebutuhan anggaran pengeluarannya, termasuk seluruh sumber pendapatan di luar ghanimah dan zakat, dengan nama fa'i.
Pertanyaan yang kemudian muncul ialah, apakah formulasi instrumen kebijakan fiskal tersebut masih relevan jika diadopsi saat ini, khususnya di Indonesia. Ghanimah dan fa'i, bisa diperoleh ketika terjadi peperangan. Sedangkan kita ketahui bersama bahwa saat ini, peperangan dipandang bukan sebagai sebuah solusi dalam menyelesaikan permasalahan antar negara. Peperangan lebih dipandang sebagai alat pemuas kekuasaan suatu negara. Semoga Download Artikel Ekonomi Islam bisa mendalami lebih jauh mengenai instrumen kebijakan fiskal perspektif ekonomi Islam, agar kemudian bisa disajikan dalam blog ini.
....Baca Selengkapnya

Kebijakan Fiskal : Sebuah Kajian Teoritis

Untuk menjaga stabilitas negara, biasanya pemerintah mengeluarkan dua kebijakan yaitu kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal. 2 kebijakan tersebut merupakan payung terhadap arah dan landasan bagi ekonomi makro suatu negara, yang pada akhirnya bisa menentukan baik buruknya pertumbuhan ekonomi mikro (Ary Suta dan Subowo, 2003 : 3). Pada kesempatan ini, Download Artikel Ekonomi Islam akan memaparkan mengenai kebijakan Fiskal, sebagai dokumentasi dari sebuah kajian teoritis.
Kebijakan Fiskal merupakan suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah (www.organisasi.org). Tujuan utama dari kebijakan fiskal ialah terciptanya stabilitas perekonomian negara, khususnya antara Public Spending dengan Public Borrowing. Dalam pelaksanaanya, instrumen kebijakan fiskal terdiri dari 2 unsur. Yang pertama pajak, pajak terdiri dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak jasa (withholding tax), bea dan cukai, serta pajak barang mewah. Instrumen kedua dalam kebijakan fiskal ialah pinjaman pemerintah. Ketika pemerintah membutuhkan dana untuk meningkatkan kualitas perekonomian, baik itu melalui pambangunan infrastruktur, mengadaan barang, atau lainnya, akan tetapi tidak bisa dipenuhi dari pendapatan pajak atau sumber pendapatan negara lainnya, maka pemerintah harus mengambil langkah untuk meminjam. Mekanismenya yaitu dengan menerbitkan obligasi (surat berharga), baik obligasi jangka pendek, menengah, maupun obligasi jangka panjang. Obligasi tersebut bisa dibeli oleh investor dalam negeri maupun luar negeri dengan menggunakan mata uang asing. Akan tetapi, yang harus diperhatikan dalam mengeluarkan obligasi untuk pihak asing yaitu gejolak perekonomian global (internasional) serta proporsi antara kewajiban dengan GDP (Gross Domestic Product). Karena ketika kewajiban lebih besar dari pada DGP, maka stabilitas perekonomian negara akan terganggu karena terlalu banyak alokasi yang digunakan untuk memenuhi cicilan beban kewajiban. Ketika menerbitkan obligasi untuk investor luar, pemerintah juga harus berhati-hati dari para spekulan yang berpotensi mempermainkan kurs, sehingga bisa merugikan negara bahkan hingga memperburuk nilai mata uang negara (inflasi).
Hal lain yang harus diperhatikan pemerintah, ketika menerbitkan obligasi ialah perihal solvency dan liquidity.
Solvency maksudnya ialah kebijakan fiskal hendaknya dapat menjunjang pertumbuhan ekonomi dan peningkatan efisiensi dalam pelaksanaan anggaran negara. Dalam hal ini, pemerintah harus dapat memastikan kemampuannya untuk memenuhi semua kewajiban atas pinjaman yang ada. Sedangkan liqudity maksudnya ialah kemampuan pemerintah dalam memenuhi kewajibannya terhadap pembayaran kembali pinjaman tepat pada waktunya jatuh tempo baik dari sumber pendapatan pemerintah atau dari sumber pendapatan lainnya.
Sebuah kebijakan fiskal bisa dikatakan efektif ketika kebijakan tersebut dapat mengawasi dan mengenali tanda-tanda awal (early warning) dan kontraksi-kontraksi yang ada terhadap neraca anggaran belanja negara dan likuiditas (Ary Suta dan Subowo, 2003 : 14)
Lantas, bagaimana kebijakan fiskal ini ditinjau dari sudut pandang ekonomi Islam? Apakah Kebijakan Fiskal dalam kacamata ekonomi Islam memiliki formulasi berbeda dengan kebijakan fiskal yang digunakan pemerintah Indonesia? Hal ini akan di elaborasi dalam artikel lainnya dengan tema "Kebijakan Fiskal dalam Kajian Ekonomi Islam".
....Baca Selengkapnya

Saturday, December 7, 2013

Profit Sharing dan Net Revenue Sharing

Dalam Lembaga Keuangan Syari'ah (LKS), pembagian hasil usaha di antara para pihak (mitra) dalam suatu bentuk usaha kerjasama bisa didasarkan pada prinsip Bagi Untung (Profit Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi modal (ra’su al-mal) dan biayabiaya, dan bisa juga didasarkan pada prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi modal (ra’su al-mal); dan masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Fatwa DSN NO: 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam Lembaga Keuangan Syari'ah, dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing). Akan tetapi, pada dasarnya LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.
Dalam sebuah kerjasama, selalu ada potensi perselisihan mengingat keterlibatan kedua belah pihak dengan berbagai kepentingannya. Yang menjadi tolak ukur ialah cara yang ditempuh dalam rangka mediasi kepentingan yang berbeda, agar selaras dengan perjanjian (akad) yang telah disepakati bersama. Dalam kondisi tertentu, ada saatnya kedua belah pihak mengalami kebuntuan dalam sebuah perselihihan. Untuk mengatasinya, maka dalam Lembaga Keuangan Syari'ah dikenal sebuah lembaga bernama arbitrase. Hal ini sesuai yang tertera dalam fatwa, dimana "jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah."
Download Fatwa DSN NO: 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam Lembaga Keuangan Syari'ah (LKS) pada alamat di bawah.

 
 Cara Download : Copy Link di bawah, Kemudian Paste & Search di Browser
https://www.dropbox.com/s/l85ugdaae36pd1x/15-prinsip_-distribusi_hasil_usaha.pdf
....Baca Selengkapnya

Cash Basis dan Accrual Basis

Yang menjadi landasan normatif terkait dengan akuntansi (sistem pencatatan) ini diantaranya adalah Qur'an Surat al Baqarah [2] ayat 282.
يا أيها الذين آمنوا إذا تداينتم بدين إلى أجل مسمى فاكتبوه وليكتب بينكم كاتب بالعدل ولا يأب كاتب أن يكتب كما علمه الله فليكتب وليملل الذي عليه الحق وليتق الله ربه ولا يبخس منه شيئا فإن كان الذي عليه الحق سفيها أو ضعيفا أو لا يستطيع أن يمل هو فليملل وليه بالعدل واستشهدوا شهيدين من رجالكم فإن لم يكونا رجلين فرجل وامرأتان ممن ترضون من الشهداء أن تضل إحداهما فتذكر إحداهما الأخرى ولا يأب الشهداء إذا ما دعوا ولا تسأموا أن تكتبوه صغيرا أو كبيرا إلى أجله ذلكم أقسط عند الله وأقوم للشهادة وأدنى ألا ترتابوا إلا أن تكون تجارة حاضرة تديرونها بينكم فليس عليكم جناح ألا تكتبوها وأشهدوا إذا تبايعتم ولا يضآر كاتب ولا شهيد وإن تفعلوا فإنه فسوق بكم واتقوا الله ويعلمكم الله والله بكل شيء عليم
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."(Q.S al Baqarah [2]:282)
Sistem pencatatan dan pelaporan (akuntansi) keuangan dikenal ada dua sistem, yaitu Cash Basis, yakni “prinsip akuntansi yang mengharuskan pengakuan biaya dan pendapatan pada saat terjadinya” dan Accrual Basis, yakni “prinsip akuntansi yang membolehkan pengakuan biaya dan pendapatan didistribusikan pada beberapa periode”; dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Ada pepatah kuno menyatakan bahwa "buanglah sampah pada tempatnya". Dalam ranah sistem pencatatan dan pelaporan (akuntansi) keuangan juga berlaku pepatah tersebut. Agar bisa mencapai titik "kepuasan" (maslahat), ada saat dimana lebih baik menggunakan system Cash basic, akan tetapi dilain waktu sistem Accrual Basic dinilai lebih baik. Dalam Fatwa DSN NO: 14/DSN-MUI/IX/2000 tentang System Distribusi Hasil Usaha dikatakan bahwa "Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), dalam pencatatan sebaiknya digunakan sistem Accrual Basis; akan tetapi, dalam distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (Cash Basis)." walaupun, pada prinsipnya, LKS boleh menggunakan sistem Accrual Basis maupun Cash Basis dalam administrasi keuangan.
Download Fatwa DSN NO: 14/DSN-MUI/IX/2000 tentang System Distribusi Hasil Usaha pada alamat di bawah.

 
 Cara Download : Copy Link di bawah, Kemudian Paste & Search di Browser
https://www.dropbox.com/s/ypgqk6kvmpf7vye/14-sistem_distribusi_hasil_usaha.pdf
....Baca Selengkapnya

Penukaran Valuta Asing (Sharf)


Penukaran Valas merupakan jasa yang diberikan bank syariah untuk membeli atau menjual valuta asing yang sama (single currency) maupun berbeda (multi currency), yang hendak ditukarkan atau dikehendaki oleh nasabah. Akad yang digunakan adalah Sharf, maksudnya transaksi pertukaran antar mata uang berlainan jenis. Berikut adalah mekanismenya:
  • Bank dapat bertindak baik sebagai pihak yang menerima penukaran maupun pihak yang menukarkan uang dari atau kepada nasabah;
  • Transaksi pertukaran uang untuk mata uang berlainan jenis (valuta asing) hanya dapat dilakukan dalam bentuk transaksi spot; dan
  • Dalam hal transaksi pertukaran uang dilakukan terhadap mata uang berlainan jenis dalam kegiatan money changer, maka transaksi harus dilakukan secara tunai dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan.
Manfaat yang diperoleh bank yaitu bis menyediakan mata uang (valuta asing) yang dibutuhkan nasabah, serta bisa mendapatkan keuntungan dari selisih kurs dalam hal penukaran mata uang yang berbeda. Bagi nasabah, manfaat yang diperoleh yaitu bisa memperoleh mata uang yang diperlukan untuk bertransaksi.
Adapun potensi resikonya diantaranya:
  • Risiko Operasional yang disebabkan oleh human error ataupun fraud.
  • Risiko hukum terkait dengan tindak pidana pencucian uang menggunakan fasilitas penukaran valas.
Penukaran Valuta Asing atau Sharf telah kaji oleh DSN kemudian dituangkan dalam Fatwa No: 28/DSN-MU1/111/2002 tentang Jual Beli Mata Uang (AI-Sharf). Fatwa ini bisa didownload pada alamat di bahwa.

 
 Cara Download : Copy Link di bawah, Kemudian Paste & Search di Browser
https://www.dropbox.com/s/ljm3ag3md278gi0/28-jual_beli_mata_uang.pdf
....Baca Selengkapnya

Bank Garansi Syari'ah


Bank Garansi adalah jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima jaminan atas pemenuhan kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang dijamin kepada pihak ketiga dimaksud. Produk ini menggunakan akad Transaksi penjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga atau yang tertanggung (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (makful 'anhu/ashil). Adapun mekanismenya:
  • Bank bertindak sebagai pemberi jaminan atas pemenuhan kewajiban nasabah terhadap pihak ketiga;
  • Kontrak (akad) jaminan memuat kesepakatan antara pihak bank dan pihak kedua yang dijamin dan dilengkapi dengan persaksian pihak penerima jaminan;
  • Obyek penjaminan harus merupakan kewajiban pihak/orang yang meminta jaminan, jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya termasuk jangka waktu penjaminan, dan tidak bertentangan dengan syariah (tidak hiharamkan).
  • Bank dapat memperoleh imbalan atau fee yang disepakati di awal serta dinyatakan dalam jumlah nominal yang tetap;
  • Bank dapat meminta jaminan berupa Cash Collateral atau bentuk jaminan lainnya atas nilai penjaminan; dan
  • Dalam hal nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga, maka Bank melakukan pemenuhan kewajiban nasabah kepada pihak ketiga dengan memberikan dana talangan sebagai Pembiayaan atas dasar Akad Qardh yang harus diselesaikan oleh nasabah.
Sebagai sumber pendapatan dalam bentuk imbalan/fee/ujroh merupakan manfaat yang bisa diperoleh bank, sedangkan bagi nasabah manfaatnya adalah bisa meningkatkan kelayakan ataupun creditworthiness sehingga mudah diterima sebagai rekanan usaha.
Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Baik oleh bank maupun nasabah. Hal tersebut diantaranya:
  • Risiko Reputasi yang disebabkan oleh ketidakmampuan bank memenuhi komitmen yang dijanjikan.
  • Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh ketidakmampuan nasabah untuk membayar piutang Qardh yang diterimanya.
Fatwa yang berkaitan dengan produk ini yaitu Fatwa DSN No: 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah. Fatwa ini bisa didownload pada alamat di bawah.
 
 
 Cara Download : Copy Link di bawah, Kemudian Paste & Search di Browser
https://www.dropbox.com/s/mxkygmpid7hjgtw/11-kafalah.pdf
....Baca Selengkapnya

Letter of Credit (LC) Import Syari'ah

 
L/C Impor adalah surat pernyataan akan membayar kepada Eksportir (beneficiary) yang diterbitkan oleh Bank (issuing bank) atas permintaan Importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu (Uniform Customs and Practice for Documentary Credits/ UCP). Akad yang digunakan ada dua, diantaranya adalah Wakalah Bil Ujroh dan Kafalah.
Wakalah Bil Ujroh, Wakalah merupakan pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak (muwakkil) kepada pihak lain (wakil) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Wakalah bil ujroh adalah akad wakalah dengan memberikan imbalan/fee/ujroh kepada wakil. Akad Wakalah bil Ujroh dapat dilakukan dengan atau tanpa disertai dengan Qardh atau Mudharabah atau Hawalah. Sedangkan Kafalah, maksudnya adalah Transaksi penjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga atau yang tertanggung (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (makful'anhulashil). Adapun mekanismenya:
  • Bank dapat bertindak sebagai wakil dan pemberi jaminan atas pemenuhan kewajiban importir terhadap eksportir dalam melakukan pembayaran (akad wakalah bil ujroh dan kafalah);
  • Obyek penjaminan harus merupakan kewajiban importir, jelas nilai dan spesifikasinya, antara lain mata uang yang digunakan dan waktu pembayaran, dan tidak bertentangan dengan syariah (tidak diharamkan).
  • Bank dapat memperoleh imbalan/fee/ujroh yang disepakati di awal serta dinyatakan dalam jumlah nominal yang tetap, bukan dalam bentuk prosentase;
  • Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran barang yang diimpor (akad wakalah bil ujroh);
  • Bila importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor maka Bank dapat memberikan dana talangan (qardh) kepada importir untuk pelunasan pembayaran barang impor (akad wakalah bil ujroh dan qardh), dan Bank dapat bertindak sebagai shahibul mal yang menyerahkan modal kepada importir sebesar harga barang yang diimpor (akad wakalah bil ujroh dan mudharabah).
  • Bila importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor dan pembayaran belum dilakukan maka hutang kepada eksportir dialihkan oleh importir menjadi hutang kepada bank dengan meminta bank membayar kepada eksportir senilai barang yang diimpor (akad wakalah bil ujroh dan hawalah).
Adapun manfaat yang bisa diperoleh bank diantaranya:
  • sumber pendapatan dalam bentuk imbalanlfee/ujroh dari akad wakalah bil ujroh dan kafalah.
  • sumber pendapatan dalam bentuk bagi hasil dari akad wakalah bil ujroh dan mudharabah.
  • sumber pendapatan dalam bentuk imbalan/fee/ujroh dari akad wakalah bil ujroh dan hawalah.
Sedangkan bagi nasabah, manfaat yang bisa diperoleh adalah:
  • menerima barang yang diimpor disertai dokumen pendukung yang sesuai.
  • memperoleh jasa penyelesaian pembayaran dan atau penjaminan.
  • akseptasi yang mendukung perdagangan internasional.
Adapun potensi risiko dalam jasa ini, diantaranya:
  • Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh ketidakmampuan importir membayar tagihan penyelesaian L/C.
  • Risiko Pasar yang disebabkan kesulitan bank memperoleh valuta asing yang diperlukan pada waktu pembayaran.
  • Risiko Reputasi yang disebabkan oleh ketidakmampuan bank memenuhi komitmen yang dijanjikan.
  • Risiko Operasional yang disebabkan oleh ketidakandalan manajemen teknologi informasi.
Aturan yang membahas mengenai L/C syari'ah terdapat dalam Fatwa DSN No: 34/DSN-MUI/Ix/2002 tentang UC Impor Syariah. Fatwa ini bisa didownload pada alamat di bawah.

 
 
 Cara Download : Copy Link di bawah, Kemudian Paste & Search di Browser
https://www.dropbox.com/s/z3hcwvippqj145l/34-lc_impor.pdf
....Baca Selengkapnya

Pembiayaan Mutijasa

 
 
 
 
 
 
Dalam Kodifikasi Produk Perbankan Syari'ah, yang disusun pada tahun 2008, kemudian diterbitkan sebagai salah satu artikel dalam Official Website BI (bank indonesia) dijelaskan bahwa Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
  • transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
  • transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
  • transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna';
  • transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
  • transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Akad yang digunakan ada dua alternatif yaitu ijarah dan kafalah. 
Akad ijarah dalam pembiayaan multijasa maksudnya Transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan/atau jasa antara pemilik objek sewa termasuk kepemilikan hak pakai atas objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan. Mekanismenya:
  • Bank bertindak sebagai penyedia dana dalam kegiatan transaksi Ijarah dengan nasabah;
  • Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan obyek sewa yang dipesan nasabah;
  • Pengembalian atas penyediaan dana Bank dapat dilakukan baik dengan angsuran maupun sekaligus; dan
  • Pengembalian atas penyediaan dana Bank tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk pembebasan utang.
Sedangkan aqad Kafalah maksudnya Transaksi penjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga atau yang tertanggung (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (makful 'anhulashif). Adapun mekanismenya yaitu:
  • Bank bertindak sebagai pemberi jaminan atas pemenuhan kewajiban nasabah terhadap pihak ketiga;
  • Obyek penjaminan harus merupakan kewajiban pihak/orang yang meminta jaminan, jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya, dan tidak bertentangan dengan syariah (tidak diharamkan).
  • Bank dapat memperoleh imbalan atau fee yang disepakati di awal serta dinyatakan dalam jumlah nominal yang tetap;
  • Bank dapat meminta jaminan berupa Cash Collateral atau bentuk jaminan lainnya atas nilai penjaminan; dan
  • Dalam hal nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga, maka Bank melakukan pemenuhan kewajiban nasabah kepada pihak ketiga dengan memberikan dana talangan sebagai Pembiayaan atas dasar Akad Qardh yang harus diselesaikan oleh nasabah.
Adapun manfaat dari model pembiayaan multijasa bagi bank, selain sebagai salah satu bentuk penyaluran dana. Bank juga memperoleh pendapatan dalam bentuk imbalan/fee/ujroh. Sedangkan manfaat bagi nasabah, nasabah memperoleh pemenuhan jasa-jasa tertentu seperti pendidikan dan kesehatan dan jasa lainnya yang dibenarkan secara syariah.
Analisis resiko untuk pembiayaan multijasa diantaranya adalah:
  • Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default.
  • Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika pembiayaan multijasa untuk transaksi komersial adalah dalam valuta asing.
 
 
 Cara Download : Copy Link di bawah, Kemudian Paste & Search di Browser
https://www.dropbox.com/s/r37lv555zo94fuj/44-multijasa.pdf
....Baca Selengkapnya

Pembiayaan atas Dasar Akad Qardh


 
  
  
  
 
Dalam Kodifikasi Produk Perbankan Syari'ah, yang disusun pada tahun 2008, kemudian diterbitkan sebagai salah satu artikel dalam Official Website BI (bank indonesia) dijelaskan bahwa Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
  • transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
  • transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
  • transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna';
  • transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
  • transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa 
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Akad yang digunakan ialah Qadh, yaitu Transaksi pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Adapun mekanismenya:
  • Bank bertindak sebagai penyedia dana untuk memberikan pinjaman (Qardh) kepada nasabah berdasarkan kesepakatan;
  • Bank dilarang dengan alasan apapun untuk meminta pengembalian pinjaman melebihi dari jumlah nominal yang sesuai Akad;
  • Bank dilarang untuk membebankan biaya apapun atas penyaluran Pembiayaan atas dasar Qardh, kecuali biaya administrasi dalam batas kewajaran;
  • Pengembalian jumlah Pembiayaan atas dasar Qardh, harus dilakukan oleh nasabah pada waktu yang telah disepakati; dan
  • Dalam hal nasabah digolongkan mampu namun tidak mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada waktu yang telah disepakati, maka Bank dapat memberikan sanksi sesuai syariah dalam rangka pembinaan nasabah.
Bagi bank, manfaat yang diperoleh ialah sebagai salah satu bentuk penyaluran dana termasuk dalam rangka pelaksanaan fungsi sosial Bank, serta sebagai peluang bank untuk mendapatkan fee dari jasa lain yang disertai dengan pemberian fasilitas Qardh. Sedangkan bagi nasabah, manfaatnya adalah sumber pinjaman yang bersifat non komersial, serta sebagai sumber pembiayaan bagi nasabah yang membutuhkan dana talangan antara lain terkait dengan garansi dan pengambilalihan kewajiban.
Adapun aturan terkait dengan produk pembiayaan ini, dipaparkan secara rinci dalam Fatwa DSN No: 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang AI Qardh. Fatwa ini bisa didownload pada alamat di bawah.
 
 
 Cara Download : Copy Link di bawah, Kemudian Paste & Search di Browser
https://www.dropbox.com/s/eiek77l3prmfjq8/19-qardh.pdf
....Baca Selengkapnya

Pembiayaan atas Dasar Akad Ijarah

 
 
 
 
 
 
 
Dalam Kodifikasi Produk Perbankan Syari'ah, yang disusun pada tahun 2008, kemudian diterbitkan sebagai salah satu artikel dalam Official Website BI (bank indonesia) dijelaskan bahwa Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
  • transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
  • transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
  • transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna';
  • transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
  • transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Dalam pembiayaan model ini, akad yang digunakan ada alternatif yaitu ijarah dan Ijarah Muntahiya Bittamlik.
Akad Ijarah maksudnya Transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan/atau jasa antara pemilik objek sewa termasuk kepemilikan hak pakai atas objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan. Sedangkan yang dimaksud dengan Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah Transaksi sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa. Mekanismenya yaitu:
  • Bank bertindak sebagai penyedia dana dalam kegiatan transaksi Ijarah dengan nasabah;
  • Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan obyek sewa yang dipesan nasabah;
  • Pengembalian atas penyediaan dana Bank dapat dilakukan baik dengan angsuran maupun sekaligus;
  • Pengembalian atas penyediaan dana Bank tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk pembebasan utang; dan
  • Dalam hal pembiayaan atas dasar Ijarah Muntahiya Bittamlik, selain Bank sebagai penyedia dana dalam kegiatan transaksi Ijarah dengan nasabah, juga bertindak sebagai pemberi janji (wa'ad) antara lain untuk memberikan opsi pengalihan hak penguasaan obyek sewa kepada nasabah sesuai kesepakatan.
Adapun manfaat dari model pembiayaan berbasis akad ijarah bagi bank, selain sebagai salah satu bentuk penyaluran dana. Bank juga memperoleh pendapatan dalam bentuk imbalan/fee/ujroh. Sedangkan manfaat bagi nasabah, nasabah bisa memperoleh hak manfaat atas barang yang dibutuhkan, nasabah juga memperoleh peluang untuk mendapatkan hak penguasaan barang dalam hal menggunakan akad ljarah Muntahiya Bittamlik. Serta sebagai sumber pembiayaan dan layanan perbankan syariah untuk memperoleh hak manfaat atas barang dan/atau memperoleh peluang untuk mendapatkan hak penguasaan barang.
Potensi risiko dalam pembiayaan dengan model ini, diantaranya:
  • Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default.
  • Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika modal pengadaan aktiva Ijarah maupun sumber pembiayaan Ijarah adalah dalam valuta asing.
Aturan main terkait dengan pembiayaan berbasis akad ijaroh, telah tertuang dalam fatwa DSN No: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah, dan Fatwa DSN No: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al Ijarah al Muntahiyah bi al-Tamlik. Fatwa-fatwa tersebut bisa didownload pada alamat di bawah.

 
 Cara Download : Copy Link di bawah, Kemudian Paste & Search di Browser
https://www.dropbox.com/s/xzfxp02dyuvtnfz/09-ijarah.pdf
https://www.dropbox.com/s/l8yhorly74a6q7m/27-ijarah_imbt.pdf
....Baca Selengkapnya

Pembiayaan atas Dasar Akad Istishna'

pembiayaan istishna'
 
 
Dalam Kodifikasi Produk Perbankan Syari'ah, yang disusun pada tahun 2008, kemudian diterbitkan sebagai salah satu artikel dalam Official Website BI (bank indonesia) dijelaskan bahwa Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
  • transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
  • transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
  • transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna';
  • transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
  • transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Akad yang digunakan dalam pembiayaan model ini adalah akad Istishna', maksudnya Transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan. Adapun mekanismenya:
  • Bank bertindak baik sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi Istishna' dengan nasabah; dan
  • Pembayaran oleh Bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang nasabah kepada Bank atau dalam bentuk piutang Bank.
Manfaat yang diperoleh bank, selain sebagai salah satu bentuk penyaluran dana dalam rangka menyediakan barang yang diperlukan oleh nasabah, bank juga memperoleh pendapatan dalam bentuk margin. Bagi nasabah, manfaat yang diperoleh adalah bisa mendapatkan barang yang dibutuhkan sesuai spesifikasi tertentu.
Adapun analisis resiko untuk pembiayaan berbasis akad istishna' diantaranya:
  • Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default, baik dalam penyelesaian aktiva istishna' dalam penyelesaian maupun penyelesaian kewajiban pembayaran aktiva istishna' yang sudah diserahkan.
  • Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika modal aktiva istishna' dalam penyelesaian adalah dalam valuta asing.

 Cara Download : Copy Link di bawah, Kemudian Paste & Search di Browser
https://www.dropbox.com/s/8i6e5v58fc6yqut/06-istisna.pdf
https://www.dropbox.com/s/xs09f3p0daa29dj/22-istishna_paralel.pdf
....Baca Selengkapnya

Pembiayaan atas Dasar Akad Salam

Dalam Kodifikasi Produk Perbankan Syari'ah, yang disusun pada tahun 2008, kemudian diterbitkan sebagai salah satu artikel dalam Official Website BI (bank indonesia) dijelaskan bahwa Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
  1. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
  2. transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
  3. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna';
  4. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
  5. transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Akad yang digunakan dalam pembiayaan model ini adalah akad Salam, maksudnya Transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh. Adapun mekanismenya yaitu:
  • Bank bertindak baik sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi Salam dengan nasabah;
  • Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa Akad Pembiayaan atas dasar Salam;
  • Penyediaan dana oleh Bank kepada nasabah harus dilakukan di muka secara penuh yaitu pembayaran segera setelah Pembiayaan atas dasar Akad Salam disepakati atau paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Pembiayaan atas dasar Akad Salam disepakati; dan
  • Pembayaran oleh Bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang nasabah kepada Bank atau dalam bentuk piutang Bank.
Manfaat yang bisa diperoleh bank diantaranya adalah sebagai salah satu bentuk penyaluran dana dalam rangka memperoleh barang tertentu sesuai kebutuhan nasabah akhir. memperoleh peluang untuk mendapatkan keuntungan apabila harga pasar barang tersebut pada saat diserahkan ke bank lebih tinggi daripada jumlah pembiayaan yang diberikan. Serta memperoleh pendapatan dalam bentuk margin atas transaksi pembayaran barang ketika diserahkan kepada nasabah akhir. Sedangkan bagi nasabah, manfaat yang bisa diperoleh diantaranya memperoleh dana di muka sebagai modal kerja untuk memproduksi barang.
Potensi risiko dalam model pembiayaan seperti ini diantaranya:
  • Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default.
  • Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika modal Salam dalam penyelesaian adalah dalam valuta asing.
Pembiayaan berbasis akad Salam tertulis dalam Fatwa DSN No: O5/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam. Lebih jelasnya, fatwa tersebut bisa didownload pada alamat di bawah. 

 
 Cara Download : Copy Link di bawah, Kemudian Paste & Search di Browser
https://www.dropbox.com/s/4qf24ze54eckoo1/05-salam.pdf
....Baca Selengkapnya

Friday, December 6, 2013

Pembiayaan atas Dasar Akad Murabahah

Dalam Kodifikasi Produk Perbankan Syari'ah, yang disusun pada tahun 2008, kemudian diterbitkan sebagai salah satu artikel dalam Official Website BI (bank indonesia) dijelaskan bahwa Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
  1. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
  2. transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
  3. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna';
  4. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
  5. transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Akad yang digunakan dalam pembiayaan model ini adalah akad Murabahah. Maksudnya adalah Transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati olah para pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli. Mekanisnya meliputi:
  • Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi Murabahah dengan nasabah;
  • Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya;
  • Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang yang dipesan nasabah; dan
  • Bank dapat memberikan potongan dalam besaran yang wajar dengan tanpa diperjanjikan dimuka.
Manfaat yang diperoleh bank selain sebagai salah satu bentuk penyaluran dana, bank juga memperoleh pendapatan dalam bentuk margin. Sedangkan manfaat yang diperoleh nasabah yaitu merupakan salah satu alternatif untuk memperoleh barang tertentu melalui pembiayaan dari bank, selain itu nasabah juga dapat mengangsur pembayaran dengan jumlah angsuran yang tidak akan berubah selama masa perjanjian.
Adapun fatwa DSN terkait dengan Pembiayaan Murabahah tertulis dalam:
  • Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah
  • Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 10/DSN-MUIIIV/2000 tentang Wakalah
  • Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 13/DSN-MUI/IXl2000 tentang Uang Muka Dalam Murabahah
  • Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 16/DSN-MUI/IXl2000 tentang Diskon Dalam Murabahah
  • Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 23/DSN-MU1/11I/2002 tentang Potongan Pelunasan Dalam Murabahah
  • Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 46/DSN-MU1/11/2005 tentang Potongan Tagihan Murabahah (Khashm Fi A/Murabahah)
  • Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 47/DSN-MU1/11/2005 tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar
  • Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 48/DSN-MU1I11/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah
  • Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 49/DSN-MU1/1I/2005 tentang Konversi Akad Murabahah
....Baca Selengkapnya

Pembiayaan atas Dasar Akad Musyarakah

Dalam Kodifikasi Produk Perbankan Syari'ah, yang disusun pada tahun 2008, kemudian diterbitkan sebagai salah satu artikel dalam Official Website BI (bank indonesia) dijelaskan bahwa Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
  1. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
  2. transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
  3. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna';
  4. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
  5. transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Dalam pelaksanaan pembiayaan ini, akad yang digunakan yaitu akad Musyarakah. Akad Musyarakah maksudnya adalah Transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan/atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing. Adapun mekanismenya yaitu:
  • Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu;
  • Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati seperti melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan;
  • Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati;
  • Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak;
  • Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan;
  • Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya;
  • Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya;
  • Jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Bank dan nasabah;
  • Pengembalian Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode Pembiayaan, sesuai dengan jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah;
  • Pembagian hasil usaha berdasarkan laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; dan
  • Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi modal masing-masing.
Adapun manfaat yang bisa diperoleh bank dari pembiayaan ini, selain sebagai salah satu bentuk penyaluran dana. Bank juga akan memperoleh pendapatan dalam bentuk bagi hasil sesuai pendapatan usaha yang dikelola. Sedangkan bagi nasabah, manfaat yang bisa diperoleh yaitu bisa memenuhi kebutuhan modal usaha melalui sistem kemitraan dengan bank.
Potensi risiko dalam model pembiayaan seperti ini diantaranya adalah:
  • Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default.
  • Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan dalam valuta asing.
  • Risiko Operasional yang disebabkan oleh internal fraud antara lain pencatatan yang tidak benar atas nilai posisi, penyogokanl penyuapan, ketidaksesuaian pencatatan pajak (secara sengaja), kesalahan, manipulasi dan mark up dalam akuntansi/pencatatan maupun pelaporan.
 
 Cara Download : Copy Link di bawah, Kemudian Paste & Search di Browser
https://www.dropbox.com/s/fc0b3zpdve2r7jm/08-musyarakah.pdf
....Baca Selengkapnya

Pembiayaan atas Dasar Akad Mudharabah

Dalam Kodifikasi Produk Perbankan Syari'ah, yang disusun pada tahun 2008, kemudian diterbitkan sebagai salah satu artikel dalam Official Website BI (bank indonesia) dijelaskan bahwa Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
  1. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
  2. transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
  3. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna';
  4. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
  5. transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Dalam pelaksanaan pembiayaan ini, akad yang digunakan yaitu akad Mudharabah. Akad Mudharabah maksudnya adalah transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syari'ah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Dalam hal ini, akad Mudharabah terbagi dalam 2 jenis yaitu Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.
Mudharabah Mutlaqah maksudnya adalah Mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana. Sedangkan yang dimaksud dengan Mudharabah Muqayyadah ialah Mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana. Mekanisme dalam pelaksanaan pembiayaan berbasis akad Mudaharah meliputi:
  • Bank bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan dana dengan fungsi sebagai modal kerja, dan nasabah bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dalam kegiatan usahanya;
  • Bank memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah walaupun tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah, antara lain Bank dapat melakukan review dan meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan;
  • Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam nisbah yang disepakati;
  • Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak;
  • Jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah;
  • Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan;
  • Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya;
  • Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya;
  • Pengembalian Pembiayaan atas dasar Mudharabah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode Akad, sesuai dengan jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah;
  • Pembagian hasil usaha dilakukan atas dasar laporan hasil usaha pengelola dana (mudharib) dengan disertai bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; dan
  • Kerugian usaha nasabah pengelola dana (mudharib) yang dapat ditanggung oleh Bank selaku pemilik dana (shahibul maal) adalah maksimal sebesar jumlah pembiayaan yang diberikan (ra'sul maal)
Tentu pembiayaan ini memiliki nilai manfaat, baik untuk bank maupun untuk nasabah. Bagi bank, pembiayaan ini berfungsi sebagai salah satu bentuk penyaluran dana. Selain itu, bank akan memperoleh pendapatan dalam bentuk bagi hasil sesuai pendapatan usaha yang dikelola nasabah. Bagi nasabah, manfaat yang diperoleh dari pembiayaan seperti ini adalah bisa memenuhi kebutuhan modal usaha melalui sistem kemitraan dengan bank.
Adapun analisis resiko dari pembiayaan berbasis akad mudharabah diantaranya adalah:
  • Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default.
  • Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika pembiayaan atas dasar akad mudharabah diberikan dalam valuta asing.
  • Risiko Operasional yang disebabkan oleh internal fraud antara lain pencatatan yang tidak benar atas nilai posisi, penyogokan/penyuapan, ketidaksesuaian pencatatan pajak (secara sengaja), kesalahan, manipulasi dan mark up dalam akuntansi/pencatatan maupun pelaporan.
Pembiayaan berbasis akad mudharabah telah diatur secara jelas agar sesuai dengan prinsip-prinsip syari'ah. Adapun aturan main tersebut tertuang dalam fatwa DSN No: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh). Fatwa tentang Pembiayaan Mudharabah bisa didownload pada alamat di bawah.
 
 Cara Download : Copy Link di bawah, Kemudian Paste & Search di Browser
https://www.dropbox.com/s/3v381ysawj4il1z/07-mudharabah.pdf
....Baca Selengkapnya